Authors
  • Author
    Super Admin
Published on

Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu

Citation

Akbar, H., & Maulana Syaputra, E. (2019). Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu. MPPKI (Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia): The Indonesian Journal of Health Promotion, 2(3), 159–164.

Abstract

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang dan global. Penyakit DBD dikenal juga dengan istilah Dengue Haemoragic Fever (DHF), merupakan penyakit infeksi akut menular kepada manusia melalui perantara gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus dengue. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor risiko kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan rancang bangun case control study. Populasi pada penelitian ini seluruh penduduk yang tinggal di Kabupaten Indramayu. Sampel penelitian terdiri dari sampel kasus dan kontrol yang terdiri dari 34 kasus dan 68 kontrol sehingga total keseluruhan sampel sebanyak 102 sampel. Teknik pengambilan sampel dipilih secara simple random sampling. Analisis data menggunakan uji statistik simple logistic regression. Hasil penelitian yaitu praktek 3M di rumah (p=0,020, OR=2,778; 95% CI:1,174-6,574) dan kebiasaan mengantung pakaian (p=0,015, OR=3,470; 95% CI:1,271-9,472) merupakan faktor risiko kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu. Perlunya masyarakat melakukan upaya pencegahan penyakit DBD seperti mempraktekkan 3M di rumah, serta berperilaku hidup bersih dan sehat.

Description

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang muncul kebanyakan di daerah tropis dan subtropis di dunia Penyakit DBD termasuk penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang umumnya menyerang pada manusia (1). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang muncul kebanyakan di daerah tropis dan subtropis di dunia Penyakit DBD termasuk penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang umumnya menyerang pada manusia. Virus itu menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahanperdarahan. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan DBD dengue (2). DBD merupakan salah satu masalah kesehatan global dan di negara berkembang. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan sekitar 2,5 milyar orang atau 40% dari populasi dunia, hidup di daerah yang terdapat risiko penularan DBD. World Health Organization (WHO), memperkirakan 50 sampai 100 juta infeksi terjadi setiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan 22.000 kematian (3). Demam berdarah menjadi penyakit endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, Perancis, Kroasia dan beberapa negara lain di Eropa (4). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 50 juta kasus demam berdarah terjadi setiap tahun dan hampir setengah dari populasi dunia tinggal di daerah endemik demam berdarah. Faktor risiko potensial (geografi, lingkungan, dan status sosial ekonomi) sangat penting karena dapat mempengaruhi kejadian DBD. Pemerintah harus mengambil tindakan yang tepat dalam pengendalian penyakit DBD (5). Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam berdarah setiap tahunnya. Sementara di Asia Tenggara mencapai 1,3 miliar atau 52% dari 2,5 miliar orang di seluruh dunia berisiko demam berdarah. Diperkirakan terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dengan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DBD mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya. Dan terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2011, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.

URL

https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3.626

Dilihat 11 kali

diperbarui pada 12 November 2021